Posted by : Unknown


Author: Kelvinsa Seftendi Giovani
Created: May 02, 2016 9.23 AM
Words: 1211
Total Editing Time: 222 minuts

Kenangan masa kecil perjumpaan yang singkat. Nagisa de ichiban kawaii girl, anata wa dono ko wo yubisasu no, refarin lagu milik NMB48 “Nagiichi” terdengar lembut dari saku celana Hana. Tanpa sadar gadis berponi itu pun ikut menyanyikan lagu dari grup musik idolanya itu. Entah tanpa kenapa yang terdengar dari lagu itu adalah refrain lagu yang terus saja berulang.
Seketika Ia menghentikan laju sepedanya. Mencari tahu apakah musik dari ponselnya bermasalah dan oh shit. Gadis itu menggerutu dalam hatinya ketika menyadari bahwa sedari tadi ponselnya tak berhenti berdering karena sebuah panggilan masuk. 15 panggilan tak terjawab membuatnya tertegun. Apalagi membaca nama yang tertera pada layar ponselnya. Panggilan dari ibu. Denga segera Hana menekan tombol dial ponselnya dan menelpon kembali ibunya.
“moshi moshi. Saya sangat minta maaf, Ibu”. Hampir tujuh menit Hana bertengger di atas sepedanya yang di parkir di samping trotoar dan berbincang di telepon dengan ibunya, mendengarkan khotbah dari ibunya. Setelah Ia menenangkan hati ibunya. Dengan segera Ia memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya lalu mengayun kembali sepedanya. Kali ini Ia tidak akan lagi memasang headset di telinganya. Ia fokus saja dengan jalan menikmati indahnya kota Tokyo di kala musim semi menyapa.
“hei... hei... kau yang bersepeda disana!” samar-samar Hana mendengarkan sebuah suara seolah berteriak kepadanya. Ia menghentikan paksa sepedanya membuatnya hampir terjungkir ke depan. Hana menoleh mencari tahu siapa si pemilik seuara tadi. Ah, mungkin suara itu bukan ditujukan kepadaku, atau hanya peraaanku saja, pikirnya setelah tak menemukan seseorang yang memanggilnya lalu Ia berniat mengayuh kembali sepedanya. Tapi tiba-tiba kakinya tak mampu mengayuh lagi, sangat berat. Sosok manusia entah darimana muncul di hadapannya dengan sepasang mata yang indah. Dia... dia memiliki sepasang sepasang bola mata yang indah dan bersinar. Dia membat seorang gadis terpikat tepat saat itu juga.
“ini”, ucap pemuda tersebut sambil menyodorkan tangannya ke arah Hana.
“headset. Headset ini millikmu kan?”. Pemuda tersebut mencoba menjelaskan kepada Hana ketika melihat gadis yang berada di deapannya tampak diam dan terpaku.
“”hei, kau mendengar ku kan?”, tanyanya sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Hana.
“hai eh iya ini punyaku... headset ini, emm... arigatou gozaimasu”, dengan salah tinggal Hana membungkut sembilan puluh derajat pada pemuda itu.
“syukurlah ini punyamu. Aku menemukannya di dekat trotoar. Baiklah aku permisi. Sayounara”, pemuda tersebut memutar balik sepedanya. Meninggalkan Hana yang masih terpaku berdiri di tempat yang Ia pijak sekarang. Sambil menggenggam headset, suara kecil itu datang dari hatinya. Salam kenal kembali. Bisakah kita bertemu lagi?. Sebuah keingginan besar tersirat dalam hatinya.
...
        Hana menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. “Ah, ini sungguh melegakan,” imbuhnya. Tugas kampus dan seragam aktivitas membuatnya kelelahan akhir-akhir ini. Sungguh hidup kadang membuatnya gila. Untung saja seorang manusia lain membuatnya selalu bertahan. Membayangkannya saja membuat semangat dalam dirinya kembali terkumpul. Seorang manusia tersebut sukses membuat hidupnya berwarna. Bank nama pemuda itu, yang setiap hari saat berangkat kuliah dan pulang kuliah selalu dilihatnya bermain basket di lapangan kompleks perumahannya. Tak jelas dimana pemuda itu tinggal. Tapi peuda itu setiap hari selalu saja berada disitu.
“oh sungguh keberuntungan bagiku,” desahnya. Seolah hadir memberikan semangat di kala lelah sore hari. Sayangan Hana tak berani menyapanya bahkan jika tidak sengaja bertemu di suatu tempat selain lapangan basket.
Hari minggu pagi seperti biasa Hana terbangun oleh dentuman bola absket. Segera Ia beranjank dari tempat tidur menuju jendela kamarnya di lantai dua rumahnya. Dirinya kembali terpaku melihat pemandangan indah dari lapangan basket. Bank, dia berada disana memainkan bola basket. Hentakan bola basket yang menyentuh tanah seolah berkumpul membentuk nada-nada berirama dan kini hentakan itu terdengar seperti instrumen musik yang sangat tenang. Dia menyukai basket, basket mungkin adalah jiwa Bank. Hana memperhatikan dan menatap wajah Bank yang bermandikan keringat dalam-dalam lalu mengunci rapat bayangannya dan membawnya jauh ke dalam pikirannya.
Sejenak Ia memejamkan matanya menikmati wajah Bank dalam pikirannya. Entah kenapa dia merasa lebih dekat dengan Bank seperti ini. “ah, hari ini begitu indah. Terima kasih Tuhan. Ohayou, selamat pagi!” Hana mengerang keras masih dengan mata tertutup. Nampak senyum manis mengembang di wajahnya menonjoolkan dua buah lesung pipibyang tak kalah manis yang setia bertengger di kedua pipinya. Pagi ini entah kenapa Ia begitu rajin tersenyum.
Kini pagi lain selalu hadir bergantian setiap hari. Di setiap pagi pula selalu ada cerita yang berbeda namun akan selalu ada cerita yang sama. Selalu hanya ada satu nama, Bank. Musim semi tepat turun hari ini di Tokyo dan daerah di negeri sakura ini. Di banyak musim yang di lalui negerinya, Hana hanya menyukai satu musim yakni musim semi ketika bunga sakura mulai bermekaran dan ketika penduduk Jepang duduk bersama di bawah pohon memandangi sakura bermekaran yang mereka kenal dengan istilah “Hanami”. Namu ada satu hal lagi yang membuatknya menyukai musim semi yakni perjumpaan pertama kali dengan Bank di musim semi dua tahun yang lalu. Hana mengingat-ingat kejadian itu dan hatinya kembali tersentuh. “ah, kenapa aku merindukan sepasang mata pemuda itu.”
“sumimasen, bisakah aku duduk disampingmu?” sebuah suara mengejutkannya. Ia perlahan menggeser tubuhnya dan merapatkann diri ke dinding shinkasen.
“ya silakan,” jawabnya singkat mempersilakan orang itu duduk dengan melihatnya samar-samar lali dirinya kembali mengarahkan pandangannyya ke jendela shinkasen di sampingnya, menikmati langi musim semi yang indah di luar sana.
“ogenki desu ka?” seseorang yang tepat berada di sampingnya menanyakan apa kabar padanya. Hana hanya diam tetap memandang ke arah jendela.
“aku tak menyangka bisa bertemu denganmu gadis headset,” orang itu bersuara lagi dan kini Hana mulai terusik. “gadis headset katanya?” Hana mengerang dalam hati Ia memutar tubuhnya ke pemilik suara tersebut.
“maaf sepertinya Anda salah orang karena saya bukan...”
“kali ini saya tidak salah kau memang si gadis headset kan? Yah banhkan aku masih ingat ekspresi wajah bingungmu ini,”
Hana merasakan gemuruh besar di dadanya. Entah mengapa saat ini begitu berat meski hanya menelan ludah sendiri. Hana menemukan kembali ekspresi wajahnya dua tahun yang lalu ketika Ia melakukannya dengan sepasang mata yang sama.
“ogenki desu ka, gadis headset?” tanyanya lagi.
“hai, genki desu” jawab Hana dibalut dengan senyum bahagia. Senyum yang sekali lagi meneduhkan hati si pemilik mata indah itu. Dan pada hari itu di musim semi ketiga sepertinya Tuhan bosa mendengar cerita sama yang berulang, mungkin saja Tuhan berpikir akan lebih indah jika cerita itu memiliki kelanjutan. Dan akhirnya cerita itu  memiliki kelanjutan dan cerita barunya dimulai musim semi tahun ini.
...
Kau tahu aku begitu bahagia setelah hari itu. Namunn bukan berarti aku tak bahagia di hari-hari lainnya. Setiap hari kau melewatiku, entah mengapa aku menyukai lesung pipimu saat kau tersenyum pada orang yang menyapamu. Aku tau kau tidak mengenal mereka dan kau tetap memberikan senyumanmu pada siapa saja. Tetapi kenapa kau tidak memberikan senyumanmu ketika aku menyapa bahkan mengajakmu berbicara? Wajah dan ekspresi itu. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tentang aku saat itu. Tapi dimulai dari hari itu aku bahagia karena untuk pertama kalinya jarak kita begiru dekat.
Kau tahu? Aku mengetahui satu kebiasaanmu. Ketika pagi tiba, kau menuju jendela kamarmu menikmati udara pagi dengan mata tertutup. Aku bersyukur kau menutup matamu sehingga aku bisa memandangmu dengan puas. Dan kau tahu? Kaulah satu-satunya yang membuatku kehilangan konsentrasi saat bermain basket dan membuatku tak mampu mencetak satu angka. Itu semua karena senyumanmu. Dalam hatiku hanya ada satu pertanyaan untukmu, bisakah kita bertemu lagi?

-Thiti Mahayotaruk-





TAMAT

Jennifer Hanna sebagai Hana

Thiti Mahayotaruk sebagai Bank

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Ah, It's a Wonderful Cat Life - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -